Bersiwak (membersihkan mulut dengan kayu dari pohon araak) merupakan perbuatan yang sangat disukai oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada beberapa waktu yang sangat dianjurkan oleh syariat untuk kita bersiwak. Bila kita mampu menjalankan ajaran Rasulullah ini Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak hanya mulut kita yang menjadi bersih, namun pahala dan keridhaan Allah pun insya Allah bisa kita raih. Berikut susunan artikel ini:
- Pengertian
- Hukum bersiwak / menyikat gigi
- Kesenangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bersiwak
- Bersiwak membersihkan mulut dan diridhai oleh Allah subhanahu wata’ala
- Waktu-waktu disunnahkannya bersiwak
- Bersungguh-sungguh dalam bersiwak
- Cara bersiwak
- Boleh bersiwak saat puasa
PENGERTIAN
Kata siwak bukan lagi sesuatu yang asing di tengah sebagian kaum muslimin, meskipun sebagian orang awam tidak mengetahuinya disebabkan ketidaktahuan mereka tentang agama. Wallahul musta’an.
Secara bahasa, pengertian siwak sendiri bisa kembali pada dua perkara:
- Pertama, bermakna alat yaitu kayu/ranting yang digunakan untuk menggosok mulut guna membersihkannya dari kotoran. Asalnya adalah kayu dari pohon araak dalam bahasa latin disebut Salvadora persica (Arak, Galenia asiatica, Meswak, Peelu, Pīlu, Salvadora indica, or toothbrush tree, mustard tree). Digunakan selama berabad-abad sebagai sikat gigi alami, cabangnya yang berserat telah dipromosikan World Health Organization untuk kesehatan mulut. Penelitan menunjukkan bahwa tanaman ini memiliki kandungan medis yang bermanfaat seperti abrasif (bersifat mengikis), antiseptik (penangkal infeksi), astringent (membuat sensasi kesat), detergents (membersihkan), enzyme inhibitors, (mencegah pertumbuhan kuman) and fluoride (mencegah pengikisan).
- Kedua, bermakna fi’il atau perbuatan yaitu menggosok gigi dengan kayu siwak atau semisalnya untuk menghilangkan warna kuning yang menempel pada gigi dan menghilangkan kotoran, sehingga mulut menjadi bersih dan diperoleh pahala dengannya (Fathul Bari 1/462, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim 3/135, Subulus Salam 1/63, Taisirul ‘Allam Syarhu ‘Umdatil Ahkam, 1/62).
Secara syariat, siwak berarti menggunakan kayu dan semisalnya untuk menghilangkan bau mulut, warna kuning (kotoran) dan semisalnya dari gigi. (Al-Majmu’, Nailul Authar, 1/152)
Dengan demikian, disenangi bersiwak dengan kayu siwak dari araak atau dengan apa saja yang bisa menghilangkan perubahan bau mulut, seperti membersihkan gigi dengan kain perca atau sikat gigi. (Nailul Authar, 1/154)
Tentunya bersiwak dengan menggunakan kayu siwak lebih utama. Karena, hal itulah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ditunjukkan dalam hadits-hadits yang berbicara tentang siwak.
Namun bila kita kembali kepada pengertian yang ada, maka bisa digunakan segala alat (sarana) yang bisa menghilangkan bau mulut seperti kain perca yang kasar, jari yang kasar dan sikat gigi. Namun tentunya yang paling bagus adalah menggunakan kayu arak yang tidak terlalu kering yang bisa melukai gusi, dan tidak pula terlalu basah sehingga tidak bisa menghilangkan kotoran dan semisalnya. (Subulus Salam, 1/64)
HUKUM BERSIWAK / MENYIKAT GIGI Continue reading →
Filed under: Aqidah, Fiqh, Istilah, Muamalah, Sholat, Thaharoh | Tagged: Mulut, Pohon Araak, Shalat, Sikat Gigi, Siwak, Wudhu | Leave a comment »