SANAD, Antara Sikap yang Berlebihan dan Meremehkan


Telah kami paparkan pada pembahasan sebelumnya (tautan artikel dibawah-admin) tentang pentingnya sanad dalam menetapkan keabsahan sebuah riwayat. Akan tetapi, ada kelompok yang menyimpang dalam memahami kedudukan sanad dalam periwayatan tersebut. Dalam hal ini, kita dapat mengklasifikasi kelompok tersebut menjadi dua bagian.

1. Kelompok yang menganggap bahwa sanad tidak penting dalam penukilan

2. Kelompok yang berlebihan dalam menjadikan sanad sebagai landasan pemahaman


A. Kelompok yang menganggap bahwa sanad tidak penting dalam penukilan

Kelompok pertama adalah orang-orang yang tidak beramal dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sandaran amalan mereka dibangun di atas perasaan yang muncul dan getaran jiwa, yang mereka sebut “ilmu batin”, “ilmu ladunni”, atau “ilmu kasyaf”, dan yang semisalnya. Di antara ucapan mereka, “Saya tidak mengambil ilmu dari orang yang sudah mati, namun saya hanya mengambil dari Yang Mahahidup.” Yang lain mengatakan: “Hatiku telah memberitakan dari Rabb-ku.”

Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata setelah menyebutkan ucapan mereka ini, “Semua ucapan itu adalah Continue reading

Contoh Riwayat Tanpa Sanad


Berikut ini beberapa contoh hadits yang diriwayatkan dan disebutkan oleh sebagian penulis dalam karya tulis mereka yang tidak memiliki sanad dan tidak disebutkan dalam kitab-kitab induk yang mengumpulkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Beberapa contoh ini sengaja kami sebutkan untuk menjelaskan bahwa para ulama hadits senantiasa memeriksa kondisi riwayat-riwayat serta memisahkan hadits-hadits yang bisa dijadikan sebagai hujjah (dalil) dan hadits-hadits yang tidak bisa dijadikan sebagai sandaran.

1.

هِمَّةُ الرِّجَالِ تُزِيلُ الْجِبَالَ

“Semangat kaum lelaki dapat melenyapkan gunung.”

Ini bukan hadits. Ismail al-Ajluni berkata, “Saya tidak menemukannya sebagai hadits. Akan tetapi, ada yang menukil dari Ahmad al-Ghazali (kakak kandung Muhammad al-Ghazali, penulis Ihya ‘Ulumiddin, pen.) bahwa ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Semangat kaum lelaki dapat melenyapkan gunung.’ Maka dari itu, hendaknya dipelajari.” (Kasyful Khafa’, 2/444)

Perkataan beliau ini dikomentari oleh Continue reading

Semangat Ulama dalam Menjaga Kemurnian Hadits


Orang yang mengkaji kitab-kitab sejarah yang menjelaskan biografi para imam ahli hadits niscaya akan mengetahui bahwa para ulama salaf telah menghabiskan umurnya untuk memelihara kemurnian hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, menyingkap kedok para pemalsu hadits, orang-orang yang lemah dalam periwayatan, serta memilah riwayat-riwayat yang sahih dan yang tertolak.

Berikut ini akan kami sebutkan beberapa contoh kisah para ulama hadits tersebut.

Melakukan Rihlah (Perjalanan) untuk Mencari Sanad Hadits

1. Sa’id bin al-Musayyib rahimahullah mengatakan, “Sungguh, aku menempuh perjalanan beberapa hari dan malam untuk mendapatkan satu hadits.” (Al-Jami’, Ibnu Abdil Barr, 1/93)

2. Abu Aliyah ar-Riyahi rahimahullah berkata, “Kami mendengarkan riwayat di Bashrah dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi, kami tidak senang hingga kami berangkat menuju Madinah dan mendengar langsung dari mulut mereka.” (Sunan ad-Darimi, 1/144)

3. Diriwayatkan pula dari Nashr bin Hammad al-Warraq, ia berkata: Suatu ketika kami duduk di depan pintu rumah Syu’bah bin al-Hajjaj, sambil muraja’ah (mengulang) hadits. Aku berkata, Continue reading

Kedudukan Sanad Dalam Islam


Sanad memiliki peranan yang sangat penting dalam menukilkan wahyu, baik Al-Qur’an Al-Karim maupun Sunnah Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam. Demikian pula menukilkan berita dari kalangan salafus saleh dari para sahabat, tabi’in, dan yang setelahnya. Karena tanpa sanad, satu berita tidak bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam dengan sanad akan memberikan beberapa faedah yang sangat agung. Di antaranya adalah sebagai berikut.

 1. Ilmiah dalam Penukilan

Dengan sanad, seseorang menukil wahyu Allah ta’ala dan hadits Rasul-Nya secara otentik sebagaimana asalnya, sehingga memberikan kekuatan hujjah bagi seorang muslim dalam berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam.

Abdullah bin Mubarak rahimahullah mengatakan:

الْإِسْنَادُ مِنَ الدِّينِ وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ

“Sanad itu bagian dari agama. Kalaulah tidak ada sanad, orang akan sesukanya mengatakan apa saja yang dia inginkan.” (Diriwayatkan Muslim dalam Muqaddimah Shahih-nya, 1/15)

Yahya bin Sa’id al-Qaththan rahimahullah mengatakan, Continue reading

Sejarah Ilmu Sanad


Pendahuluan

Islam adalah agama yang dibangun di atas landasan ilmu, sehingga segala sesuatu yang terdapat di dalamnya, dipecahkan dan diselesaikan dengan cara ilmiah. Termasuk keilmiahan Islam adalah penukilannya yang otentik dari sumber syariat yang murni, yang berasal dari Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Kedua wahyu yang agung ini menjadi pedoman setiap insan yang mengharapkan jalan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا؛ كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِي، وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ

“Sesungguhnya telah aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama-lamanya setelah keduanya: Kitab Allah dan sunnahku, dan keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya mendatangiku di atas telaga (hari kiamat).” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 1/172)

Kedua pedoman inilah yang senantiasa dijaga oleh kaum muslimin dari berbagai upaya perubahan dan penyusupan, sebagai bentuk pembenaran dari firman Allah ta’ala:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَــا الذِّكْرَ وَ إِنَّا لَــهُ لَـحَـٰـفِظُوْنَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)

As-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat ini, “Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya,’ maksudnya adalah menjaganya ketika diturunkan maupun setelahnya. Ketika diturunkan, Continue reading

Rukun Islam


عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ.[رواه الترمذي ومسلم

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khottob radiallahuanhuma dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Islam dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan. (Riwayat Turmuzi dan Muslim)

Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Al-Bukhari:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسَةٍ: عَلَى أَنْ يُوَحَّدَ اللهُُ، وإِقَامِ الصَّلاَةِ، وإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصِيَامِ رَمَضَانَ، وَالْحَجِّ

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “Islam dibangun atas lima rukun: Allah Subhanahu wa Ta’ala ditauhidkan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya no.8, Kitabul Iman, Bab Continue reading

Kitab Fadhail Al-A’mal


Membicarakan Fadha’il Al-A’mal, kitab yang ditulis Muhammad Zakaria Al-Kandahlawi, tentu tidak bisa dilepaskan dari pembahasan sebuah kelompok shufiyyah yang para pengikutnya kini semakin menjamur di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kelompok inilah yang dikenal dengan nama Jamaah Tabligh. Adanya hubungan yang erat di antara keduanya karena Jamaah Tabligh menjadikan kitab ini sebagai salah satu sandaran dalam mengamalkan rutinitas harian mereka, baik dibaca di beberapa waktu sehabis shalat fardhu atau menjadikannya sebagai ta’lim akhir malam sebelum tidur, tergantung kesempatan yang diberikan masjid setempat. Atau tergantung waktu yang memungkinkan bagi mereka untuk melakukannya secara rutin. Hal ini menunjukkan demikian pentingnya peranan kitab ini dalam membentuk fikrah dan akidah seorang tablighi (pengikut Jamaah Tabligh –red). Sebab, apa yang mereka dengarkan tentunya akan diupayakan untuk diwujudkan menjadi suatu amalan dalam berislam.

Sehingga kami memandang perlu untuk menjelaskan kepada umat tentang kedudukan kitab ini berdasarkan timbangan As-Sunnah dan memperingatkan mereka dari berbagai kesalahan dan penyimpangan yang terdapat dalam pembahasannya. Secara umum, kitab ini banyak memuat hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lemah, palsu, bahkan tidak ada asalnya, dan banyak penukilan perkataan kaum shufi yang jika seseorang meyakini hal tersebut, dapat menjerumuskannya kepada kesesatan dan penyimpangan. Wal ‘iyadzu billah.

Asy-Syaikh Hamud bin Abdullah At-Tuwaijiri rahimahullah berkata dalam kitabnya Al-Qaulul Baligh Fit Tahdzir Min Jama’ah At-Tabligh (hal. 11-12): “Kitab terpenting bagi orang yang menjadi tablighiyyin adalah kitab Tablighi Nishab (Fadhail Al-A’mal), yang ditulis salah seorang pemimpin mereka bernama Muhammad Zakaria Al-Kandahlawi. Dan mereka memiliki perhatian demikian besar terhadap kitab ini dan mengagungkannya sebagaimana Ahlus Sunnah mengagungkan kitab Shahih (Al-Bukhari dan Muslim), dan kitab-kitab hadits lainnya. Para tablighiyyin telah menjadikan kitab kecil ini sebagai sandaran dan referensi baik bagi orang India, maupun bangsa ‘ajam (non Arab) lainnya yang mengikuti ajaran mereka. Dalam kitab ini termuat berbagai kesyirikan, bid’ah khurafat, serta banyak sekali hadits-hadits palsu dan lemah. Maka hakekatnya, ini merupakan kitab jahat, sesat, dan fitnah. Kaum tablighiyyin telah menjadikannya sebagai referensi untuk menyebarkan bid’ah dan kesesatannya, melariskan serta menghiasinya di hadapan kaum muslimin awam, sehingga mereka lebih sesat jalannya dari hewan ternak.” (Al-Qaulul Baligh, hal. 11-12)

Adapun secara rinci, maka pembahasan kami bagi menjadi beberapa sub bahasan: Continue reading

Wasiat Nan Penuh Kenangan (Hadits)


عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَاريةَ رَضي الله عنه قَالَ : وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله عليه وسلم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، وَذَرِفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ، فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَأَوْصِنَا، قَالَ : أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

رواه أبو داود [ رقم : 4607 ] والترمذي [ رقم : 2676 ] وقال : حديث حسن صحيح.

Al Imam Abu Dawud meriwayatkan dari sahabat yang mulia Al ‘Irbadh bin Sariyah radliallahu anhu, bahwa ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menasihatkan kepada kami dengan satu nasihat yang menggetarkan hati-hati kami dan air mata pun berlinang karenanya. Maka ketika itu kami mengatakan: “Duhai Rasulullah, nasihat ini seperti nasihat orang yang mau mengucapkan selamat tinggal, karena itu berilah wasiat kepada kami.” Beliau pun bersabda:

Aku wasiatkan kepada kalian bertakwa kepada Allah, untuk mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian itu seorang budak. Dan barangsiapa di antara kalian yang masih hidup sepeninggalku, niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Karena itu wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Pegang erat-erat sunnah itu dengan gigi geraham kalian. Dan hati-hati kalian dari perkara-perkara baru, karena setiap perkara baru ( bid‘ah) itu sesat.” (HR. Abu Dawud no. 3991)

Penjelasan Hadits

Al Hafidz Abu Nu‘aim berkata: “Hadits ini jayyid (bagus), termasuk hadits yang shahih dari periwayatan orang-orang Syam.” Beliau juga mengatakan: “Al Bukhari dan Muslim meninggalkan hadits ini (yakni tidak memuat dalam kitab shahih mereka) bukan karena mengingkarinya.” Continue reading

‘Aisyah Binti Abu Bakar (Wafat 57 H) Istri Rasulullah


Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membuka lembaran kehidupan rumah tangganya dengan Aisyah  yang telah banyak dikenal. Aisyah laksana lautan luas dalam kedalaman ilmu dan takwa. Di kalangan wanita, dialah sosok yang banyak menghafal hadits-hadits Nabi, dan di antara istri-istri Nabi, dia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki istri Nabi yang lain. Ayahnya adalah sahabat dekat Rasulullah yang menemani beliau hijrah. Berbeda dengan istri Nabi yang lain, kedua orang tua Aisyah melakukan hijrah bersama Rasulullah.

Ketika wahyu datang kepada Rasulullah, Jibril membawa kabar bahwa Aisyah adalah istrinya di dunia dan akhirat, sebagaimana diterangkan di dalam hadits riwayat Tirmidzi dari Aisyah :

‘Jibril datang membawa gambarnya pada sepotong sutera hijau kepada Nabi Shallallahu alaihi wassalam, lalu berkata, ini adalah istrimu di dunia dan akhirat.”

Dialah yang menjadi sebab atas turunnya firman Allah yang menerangkan kesuciannya dan membebaskannya dari fitnah orang-orang munafik.

A. Nasab dan Masa KeciI Aisyab

Aisyah adalah putri Abi Bakr ‘Abdillah bin Abi Quhafah ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay al-Qurasyiyyah at-Taimiyyah al-Makkiyyah, yang lebih dikenal dengan nama Abu Bakar ash-Shiddiq  dan berasal dari suku Quraisy at-Taimiyah al-Makkiyah. Ayahnya adalah ash-Shiddiq dan orang pertama yang mempercayai Rasulullah ketika terjadi Isra’ Mi’raj, saat orang-orang tidak mempercayainya. Continue reading