DAURAH NASIONAL FIQIH & USHUL FIQIH – MAKASSAR 2011


Pamflet

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله
وبعد

DAURAH NASIONAL FIQIH & USHUL FIQIH
(Makassar, 16-24 Rajab 1432 H / 18-26 Juni 2011)
[Kirimkan Artikel ini Ke Teman Anda] Kirim Ke Teman

== (Info Update) ==
14/6/2011 : Silahkan download materi Kitab Al-Qawa’id Al-Kulliyyah wa Adh-Dhawabith Al-Fiqhiyyah & Kitab Ushul Fiqih Al-Waraqat :
Kitab Al-Qawa’id Al-Kulliyyah wa Adh-Dhawabith Al-Fiqhiyyah

Kitab Ushul Fiqih Al-Waraqat
23/5/2011 : Diumumkan kepada Continue reading

IQAMAH: Seruan Mendirikan Shalat dan Fiqh Seputarnya


iqamah

Shalat akan dilaksanakan ...

Iqamah sebagaimana adzan dan shalat adalah amalan yang bernilai ibadah yang tidaklah dilakukan kecuali karena diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Untuk itu, perlu untuk dipahami perintah Allah dalam perkara ini. Adapun pembahasan disini meliputi:

HUKUM IQAMAH ↑ up

Dalam pembahasan (hukum) adzan terdahulu (lihat pembahasan klik disini), kita telah mengetahui bahwa ulama berbeda pendapat tentang hukum adzan dan iqamah. Di antaranya:

1. Al-Auza’i, Atha’, Mujahid, dan Ibnu Abi Laila, iqamat ini wajib dan yang meninggalkannya harus mengulangi shalatnya. Demikian juga pendapat ahlu zhahir. wallahu a’lam. (Al-Ikmal, 2/232-234)

2. fardhu kifayah dalam shalat berjamaah. Adapun untuk shalat sendiri, hukumnya mustahab (sunnah muakkadah), dan orang yang meninggalkannya tidak perlu mengulang shalatnya. Ini pendapat Al-Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan seluruh fuqaha rahimahumullah. (Al-Ikmal, 2/232-234)

Tarjih/Kesimpulan: Yang rajih/mendekati kebenaran adalah pendapat yang kedua, yang menyatakan iqamat hukumnya fardhu kifayah dalam shalat berjama’ah, baik dalam shalat mukim ataupun safar dengan dalil hadits Malik ibnul Huwairits rahimahullah. Adapun bagi orang yang shalat sendirian (munfarid) hukumnya mustahab, tidak wajib. Dalilnya adalah hadits Salam radhiyallahu ‘anhu, sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: Continue reading

ZAKAT PERHIASAN , Hukum Seputarnya


Zakat merupakan kewajiban yang tidak diragukan lagi bagi kaum muslimin karena merupakan salah satu rukun islam yang ke-3, “Menunaikan Zakat”, bagian dari zakat yang wajib yakni zakat maal (harta) (selain kewajiban zakat fitrah). Adapun seruan dan keutamaannya juga kebanyakan telah diketahui oleh kebanyakan manusia. Namun rinciannya, perlu untuk diketahui agar muslimin tidak luput dari melaksanakan apa yang diwajibkan padanya.

Wanita identik dengan berhias dan mengenakan perhiasan. Karenanya dalam Kalamullah yang mulia dinyatakan:

أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ

“Apakah patut (menjadi anak Allah) seorang (wanita) yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan, sedangkan dia tidak dapat memberi alasan yang jelas dalam pertengkaran?” (Az-Zukhruf: 18)

Ayat yang mulia di atas menunjukkan, secara tabiat wanita memang senang berhias guna menutupi kurangnya kecantikan/ keindahannya. Sehingga ia menggunakan perhiasan dari luar sejak kanak-kanak untuk melengkapi dan menutupi kekurangannya. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/135, Taisir Al-Karimirir Rahman, hal. 764)

Mengenakan perhiasan jelas sesuatu yang halal. Namun harus diketahui bahwa dalam syariat yang mulia ini ada pembahasan, apakah perhiasan yang dikenakan wanita harus dikeluarkan zakatnya atau tidak. Perhiasan yang menjadi pembicaraan di sini tentunya terbatas pada perhiasan yang terbuat dari emas dan perak, tidak yang selainnya, baik itu berupa mutiara, intan, berlian, dan sebagainya.

Al-Imam Malik rahimahullahu berkata, “Tidak ada zakat pada lu`lu` (mutiara), misik, dan ‘anbar.” (Al Muwaththa` no. 1/232)

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata, Continue reading

SUTRAH , Kewajiban Pembatas Shalat


Pernahkah Anda melihat seseorang shalat menuju shaf terdepan menghadap dinding masjid (tentunya menghadap kiblat-admin), atau shalat dibelakang tiang menghadap mesjid, atau di belakang orang yang duduk, atau di belakang benda-benda yang cukup tinggi, atau seseorang shalat di dalam mihrab mendekat ke dinding depannya, atau bahkan ada yang maju satu dua langkah ketika benda/orang di depannya pindah. Mengapa mereka melakukannya, adakah Islam mensyariatkan ini, bila ya; wajibkah? mari kita simak pembahasannya:

PENGERTIAN SUTRAH

Sutrah adalah sesuatu yang dijadikan sebagai penghalang, apa pun bentuk/jenisnya. Sutrah orang yang shalat adalah apa yang ditancapkan dan dipancangkan di hadapannya berupa tongkat atau yang lainnya ketika hendak mendirikan shalat atau sesuatu yang sudah tegak dengan sendirinya yang sudah ada di hadapannya, seperti dinding atau tiang, guna mencegah orang yang hendak berlalu-lalang di depannya saat ia sedang shalat. Sutrah harus ada di hadapan orang yang sedang shalat karena dengan shalatnya berarti ia sedang bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, bila ada sesuatu yang lewat di hadapannya akan memutus munajat tersebut serta mengganggu hubungan ia dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam shalatnya. Oleh sebab itu, siapa yang sengaja lewat di depan orang shalat, ia telah melakukan dosa yang besar. (Al-Mausu’atul Fiqhiyah, 24/178, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, 2/939, Taudhihul Ahkam, 2/58). Penjelasan tentang ini ada pada pembahasan di bawah ini. Continue reading

Shalat Jenazah , Fiqih seputarnya


Setelah sudah tugas memandikan dan mengafani jenazah. Yang tertinggal sekarang adalah menshalati, mengantarkannya ke pekuburan dan memakamkannya.

HUKUM SHALAT JENAZAH

Menshalati jenazah seorang muslim hukumnya fardhu/ wajib kifayah (lihat Al-Hawil Kabir 3/52, Al-Majmu’ 5/169, Al-Minhaj 7/22, At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah ‘ala Ar-Raudhatin Nadiyyah 1/439, Asy-Syarhul Mumti’ 2/523 -red). Hal ini karena adanya perintah Nabi shallallalhu ‘alaihi wasallam dalam beberapa hadits. Di antaranya hadits Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia menceritakan:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِرَجُلٍ مِنَ اْلأَنْصَارِ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَلُّوْا عَلى صَاحِبِكُمْ، فَإِنََّ عَلَيْهِ دَيْنًا. قَالَ أَبُوْ قَتَادَةَ: هُوَ عَلَيَّ. قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بِالْوَفَاءِ؟ قَالَ: بِالْوَفاَءِ. فَصَلَّى عَلَيْهِ

Didatangkan jenazah seorang lelaki dari kalangan Anshar di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar beliau menshalatinya, ternyata beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda: “Shalatilah teman kalian ini, (aku tidak mau menshalatinya) karena ia meninggal dengan menanggung hutang.” Mendengar hal itu berkatalah Abu Qatadah: “Hutang itu menjadi tanggunganku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janji ini akan disertai dengan penunaian?”. “Janji ini akan disertai dengan penunaian,“ jawab Abu Qatadah. Maka Nabi pun menshalatinya.” (HR. An-Nasa`i no. 1960, kitab Al-Jana`iz, bab Ash-Shalah ‘ala man ‘alaihi Dainun. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih An-Nasa`i.)

Dikecualikan dalam hal ini dua jenis jenazah yang tidak wajib dishalati, yaitu: Continue reading

Fiqih Suara Wanita


Banyak wanita di jaman ini yang merelakan dirinya menjadi komoditi. Tidak hanya wajah dan tubuhnya yang menjadi barang dagangan, suaranya pun bisa mendatangkan banyak rupiah. Ukhti Muslimah …. Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu sering kita dengarkan di sekitar kita, baik secara langsung atau lewat radio dan televisi. Terlebih lagi bila wanita itu berprofesi sebagai penyiar atau MC karena memang termasuk modal utamanya adalah suara yang indah dan merdu.

Kedudukan Suara Wanita

Begitu mudahnya wanita tersebut memperdengarkan suaranya yang bak buluh perindu, tanpa ada rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal Dia telah memperingatkan:

“Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al Ahzab: 32)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah bersabda :

“Wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar rumah maka syaitan menghias-hiasinya (membuat indah dalam pandangan laki-laki sehingga ia terfitnah)”. (HR. At Tirmidzi, dishahihkan dengan syarat Muslim oleh Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi`i dalam Ash Shahihul Musnad, 2/36).

Sehubungan tentang kedudukan Suara wanita sebagai Aurat, maka terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama, Continue reading

Imam Asy-Syafi’i


Di kampung miskin di kota Ghazzah (orang Barat menyebutnya Gaza ) di bumi Palestina, pada th. 150 H (bertepatan dengan th. 694 M) lahirlah seorang bayi lelaki dari pasangan suami istri yang berbahagia, Idris bin Abbas Asy-Syafi`ie dengan seorang wanita dari suku Azad. Bayi lelaki keturunan Quraisy ini akhirnya dinamai Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie . Demikian nama lengkapnya sang bayi itu. Namun kebahagiaan keluarga miskin ini dengan kelahiran bayi tersebut tidaklah berlangsung lama. Karena beberapa saat setelah kelahiran itu, terjadilah peristiwa menyedihkan, yaitu ayah sang bayi meninggal dunia dalam usia yang masih muda. Bayi lelaki yang rupawan itu pun akhirnya hidup sebagai anak yatim.

Sang ibu sangat menyayangi bayinya, sehingga anak yatim Quraisy itu tumbuh sebagai bayi yang sehat. Maka ketika ia telah berusia dua tahun, dibawalah oleh ibunya ke Makkah untuk tinggal di tengah keluarga ayahnya di kampung Bani Mutthalib. Karena anak yatim ini, dari sisi nasab ayahnya, berasal dari keturunan seorang Shahabat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wasallam yang bernama Syafi’ bin As-Sa’ib radliyallahu `anhuma. Continue reading

Niat Tidak Perlu Dilafazhkan


Melafazhkan niat sudah trend di Indonesia, baik di kalangan awam maupun kaum santri terpelajar. Seakan perkara ini menjadi suatu kewajiban bagi mereka dan aib jika mereka tidak melafazhkan niatsalah kaprah yang menimbulkan perpecahan yang kita saksikan di Indonesia. ketika ingin melaksanakan sholat, wudhu, dan berbagai macam ibadah lainnya. Bahkan ada sebagian di antara mereka menganggap sholatnya batal jika tidak melafazhkan niat. Tragisnya lagi, jika mereka memutuskan tali persaudaraan lantaran saudaranya yang lain tidak melafazhkan niat. Padahal mereka diperintahkan oleh Allah untuk menyambung tali persaudaraan.

Apa itu Niat ?

Kalau kita membuka kitab-kitab kamus berbahasa arab, maka kita akan jumpai ulama bahasa akan memberikan definisi tertentu bagi niat.

  • Muhammad bin Abu Bakr Ar-Rozy Rahimahullah berkata saat memaknai niat, Meniatkan adalah menginginkan sungguh-sungguh”. [Lihat Mukhtar Ash-Shihah (1/286)]
  • Ibnu Manzhur rahimahullah– berkata, ” Meniatkan sesuatu artinya memaksudkannya dan meyakininya. Niat adalah arah yang dituju”. [Lihat Lisan Al-Arab (15/347)]

Dari ucapan dua orang ulama bahasa ini, bisa kita simpulkan bahwa niat (نِيَّةٌ) adalah maksud dan keinginan seseorang untuk melakukan suatu amalan dan pekerjaan. Jadi niat itu merupakan amalan hati.

Komentar Para Ulama tentang Melafazhkan Niat

Para ulama telah membicarakan masalah ini bahwa melafazhkan dan mengeraskan niat tidaklah wajib atau mustahab menurut kesepakatan para ulama kaum muslimin kecuali segelintir di antara mereka dan sebagian orang-orang belakangan ini. Para ulama itu menganggap orang yang mengeraskan niat sebagai ahli bid’ah yang menyelisihi syari’at.

  • Dari kalangan madzhab Malikiyyah, Abu Abdillah Muhammad bin Al-Qosim At-Tunisi rahimahullah– berkata, ” Niat termasuk amalan hati. Mengeraskannya adalah bid’ah, disamping itu mengganggu orang”.
  • Seorang Ulama dari kalangan madzhab Asy-Syafi’iyyah Syaikh Ala’uddin Ibnul Aththor, dari kalangan madzhab Asy-Syafi’i –rahimahullah– berkata, ” Mengeraskan suara ketika berniat disertai gangguan terhadap orang-orang yang sedang sholat merupakan perkara haram menurut ijma’. Continue reading

Tips Persiapan Shalat Berjama’ah


  1. Mempelajari nash-nash yang berkaitan dengan keutamaan bersegera mendatangi shalat.
  2. Tidur Awal dan tidak begadang.
    Di antara manusia ada yang begadang sehingga shalat Subuh terlewatkan. Mungkin dia pulang dari kerjanya setelah Zhuhur lalu ia menyantap makan siang, kemudian tidur dalam keadaan kelelahan sehingga ia tidak bangun untuk shalat Ashar. Dan tidurnya panjang hingga menjelang Maghrib, lalu mematuk (shalat dengan gerakan seperti seekor ayam mematuk makanannya, pent) empat kali karena taku matahari terbenam. Apabila datang waktu malam, ia tidak bisa tidur awal karena tidurnya di siang hari, maka ia begadang sampai tertidur sehingga terlewatkan lagi untuk berjamaah shalat Subuh atau untuk segera mendatanginya… Demikianlah dia menghabiskan hidupnya dalam keadaan seperti ini. Continue reading